seminggu ini terlalui dengan perasaan gundah gulana didiriku, mungkin disatu sisi dikarenakan "tamu" bulananku yang akan datang berkunjung, dan karena ketidakmampuanku mengurangi beban yang ada dipundakmu itu.
Dia, setiap hari senin sampai jumat berangkat kerja, pergi pagi pulang sore, bahkan dimalam hari dia harus melanjutkan perjuangannya untuk menuntut ilmu, harus menyerap segala ilmu yang diberikan dosennya sampai dengan pukul 21.00 WIB sekian, dan itu pun harus ia tambah dengan mengerjakan tugas-tugas dari dosen-dosen dan mentoknya dia harus pulang paling lambar pukul 00.00 WIB LEBIH!!
Itu yang selalu dilakukan orang yang aku sayangi saat ini, bekerja, belajar, mengerjakan tugas, tak kenal waktu, bahkan tak memperdulikan tidurnya. Masih tetap bangun pagi, masih tetap beribadah, sampai aku tak sanggup menahan rasa letihnya, ingin sekali aku membiarkan ia berbaring dikasur yang empuk, memijit pundaknya yang telah letih menopang tubuhnya itu, memijit kepalanya dengan lembut sekedar meringankan pusing yang ia rasakan atas semua apa yang harus ia pikirkan. Tapi aku siapa? aku bukanlah siapa-siapa, dan aku tak dapat melakukan itu. Bahkan untuk memeluknya saja, dan mengatakan sabar aku tak bisa, setiap kata sabar yang ingin kuucapkan terasa berat dilidahku, bagaimana tidak jika aku diposisi dia pun mungkin aku akan mengeluh, aku akan menyerah, aku akan mengikuti firasatku untuk istirahat dari pada terus berkutat dengan itu semua. Bahkan mungkin, aku menangis dan mengadu, mengeluh pada orang lain.
Tapi dia bukan aku, dia tak mengeluh, dia tak menangis, dia bahkan tak ingin menyusahkan aku. Sungguh tak sabar rasanya, ingin menjadi miliknya seutuhnya, agar dapat mendampinginya disaat susahnya, agar dapat memijitnya dikala ia kelelahan, agar dapat merengkuh tubuhnya dikala ia merasa demam. Saat ini yang mampu aku lakukan cuma bisa mendoakannya, mensupportnya, menahan rasa sakitku, rasa jenuhku, mencukupi segala kebutuhannya, obatnya, buahnya, segalanya akan aku cari untuk dia. Jika dia bisa tak mengeluh dengan semua beban itu, kenapa aku yang tak ada apa-apanya ini malah mengeluh hanya karena sakit perutku yang sedikit sekali dibandingkan rasa pusingnya yang tak tereda.
Tapi aku serba salah, aku ingin memanjakannya (mungkin karena pada dasarnya sifatku seperti itu), tapi aku takut, dia malah menjadi sosok yang tergantung pada orang lain, sosok yang malah menjadi lemah karena aku terlalu memanjanya. Aku ingin dia kuat, padahal aku sendiri tak sanggup untuk tidak memeluknya, untuk tidak menangis mendengar suara letihnya. Yang bisa kukatakan, Allah tau seberapa kemampuannya, Allah tau bahkan Allah lebih tau dari ku dan dari nya, Allah ga akan mungkin beri cobaan padanya, diluar batas kemampuannya, Allah pasti akan menjaganya, memberikan jalan padanya, selalu hadir disetiap langkahnya, karena aku yakin Allah lebih mencintainya dibandingkan aku mencintainya.
"Sayang, semangat ya... maafin ai yang belum bisa menjaga ta, memijit ta, menunggu ta, maafin ai ya sayang... ai yakin ta bisa, ai yakin ta kuat, ai yakin ALLAH sayang ta lebih dari ai sayang ta... ai yakin semua akan indah pada waktunya, apa yang ta lakukan sekarang, korbankan sekarang akan berbuah manis untuk masa depan ta nantinya... semangat sayang.. ai akan selalu doain ta, selalu sayang sama ta.. I Love You.."